PUASA, IMAN DAN TAKWA : SEBUAH PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
Bismillahirrahmanirrahiim.

Alhamdulillahirabbil’alamiin. Wassalatuwassalatuwassalamu’alaa asyrafilambyaa iwalmursalin. Wa’ala alihi wasahbihi ajma’in. Ammaba’du.


Para Pembaca Rahimakumullah,
Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita kenikmatan berupa umur panjang, kenikmatan sehat dan keteguhan iman yang membuat kita masih mampu menjalankan ibadah puasa di hari ketiga ini. Shalawat dan salam juga kita khaturkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, para sahabat serta pengikut-pengikutnya hingga akhir zaman.
Tidak terasa kita telah melampaui 3 (tiga) hari ibadah puasa di bulan Ramadhan 1431 H ini. Demikian juga, seringkali kita tidak merasa bahwa apa yang telah kita jalani dalam tiga hari ini adalah sebuah ritual yang sangat istimewa karena sifatnya yang rutin. Ibadah ini kita jalankan dari tahun ke tahun yang membuat kita terkadang lupa atau bahkan tidak tahu ‘rahasia’ Allah dibalik itu semua. Untuk itu, perkenankanlah kami mulai saat ini hingga akhir Ramadhan nanti, untuk berbagi ilmu tentang ‘rahasia’ dibalik ibadah shaum ini. Untuk kultum hari ketiga Ramadhan 1431 H ini, ijinkanlah kami menyampaikan sebuah kajian yang sangat mendasar dan menjadi fondasi dalam menjalankan ibadah shaum dengan judul PUASA, IMAN dan TAKWA sebagai sebuah pengantar untuk menjamah lebih jauh ‘rahasia’ Allah dibalik ibadah yang sangat istimewa ini.
Memahami ibadah saum tentu tak ubahnya memahami ilmu-ilmu keduniaan yang sering kita lalui dalam keseharian kita. Jika kita ingin mengetahui tentang ilmu perawatan kendaraan Toyota misalnya, tentu kita harus membuka dan membaca buku manual yang dikeluarkan oleh pabrik Toyota. Demikian juga halnya dengan ibadah shaum. Jika kita ingin mengetahui segala hal tentang puasa, buka dan bacalah ‘buku’ yang dikeluarkan oleh sang pemberi perintah sekaligus konseptor ibadah puasa tersebut yakni Al-Qur’anulkariim. Apa yang dikatakan Al-Qur’an tentang fondasi pelaksanaan ibadah pauasa ini ? Tanpa kami membacanya, insya-Allah para jemaah sekalian sudah tahu karena ayat ini sangat sering diucapkan dalam mimbar seperti ini walaupun tidak banyak yang terpanggil untuk mengkaji lebih dalam pesan-pesan yang terkandung dalam ayat tersebut. Untuk sebuah penegasan, ijinkanlah kami membacanya kembali.

A’udzubillahiminasyaitaanirrajiim. Bismillahirrahmaanirrohiim ...
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Q.S. Alabaqarah Ayat 183)- dikutip dari Tafsir Ibu Katsir dalam : http://superpedia.rumahilmuindonesia.net/index.php?title=Tafsir_Ibnu_Katsir_Surah_Al_Baqarah_ayat_183
Pelajaran apa yang bisa kita petik dari Surah Al-Baqarah Ayat 183 tersebut ? Apabila kita perhatikan satu persatu maknanya, sesungguhnya ayat tersebut mengandung minimal 4 (empat) hal atau pesan yang perlu difahami secara mendalam sebagai landasan untuk memahi ‘rahasia’ Allah dibalik ibadah shaum ini, yakni; 1) ALLAH sebagai PEMBERI PESAN atau PERINTAH untuk berpuasa; 2) PUASA sebagai OBYEK dari pesan tersebut; 3) BERIMAN sebagai karakteristik PENERIMA pesan; 4) BERTAKWA sebagai TUJUAN atau HASIL yang diharapkan setelah menjalankan pesan tersebut. Dengan demikian, makna yang bisa dirangkum dari ayat tersebut adalah bahwa ALLAH telah memerintahkan ORANG-ORANG yang BERIMAN untuk menjalankan ibadah PUASA agar mereka BERTAKWA.

Memperhatikan keempat hal atau pesan dalam Surah Al-Baqarah Ayat 183 tersebut, sungguh tak terbantahkan bahwa Allah Wazajallah telah meletakkan ibadah puasa ini dalam posisi yang sangat istimewa diantara ibadah-ibadah atau ritual-ritual lainnya. Coba perhatikan dari salah satu aspek saja yaitu siapa yang memerintah dan siapa yang diperintah untuk melaksanakan ibadah puasa ini. Jawabnya, Allah sendiri yang langsung memberi perintah. Dalam konteks ini, Allah tidak mengutus rasulnya untuk menyampaikan perintah ini kepada semua manusia. Allah tidak mengatakan ‘yaa..aiyyuhannaas’ tetapi ‘ya.. aiyyuhalladzi na’amanu’. Allah tidak memerintah manusia atau orang sembarangan di muka bumi ini melainkan orang-orang yang beriman untuk menjalankan ibadah shaum ini. Sungguh luar biasa ! Yang memberi perintah adalah Zat Yang Maha Kuasa yang telah menciptakan langit dan bumi ini serta isinya, Zat Yang Maha Besar yang tidak akan pernah tertandingi oleh kebesaran siapapun di dunia ini, sementara yang mendapat perintah atau panggilan adalah orang-orang yang terpilih, orang-orang yang memiliki keistimewaan berupa iman yang melekat dalam dirinya. Sulit digambarkan betapa istimewanya panggilan itu. Seorang siswa dipanggil oleh kepala sekolah atau kepala sekolah dipanggil oleh kepala dinas saja untuk sebuah urusan kebaikan, tentu hal tersebut sudah menjadi sebuah prestasi yang hebat dan rasanya tak mungkin untuk menolaknya. Apalagi pangilan ini datang dari Allah Wazajallah, yang kebesarannya tak tertandingi. Sungguh menjadi sesuatu yang amat istimewa dan luar biasa.


IMAN & TAKWA

Setelah memahami bahwa perintah shaum itu ditujukan bagi orang-orang yang istimewa, orang-orang yang terpilih karena keimanan yang melekat dalam dirinya, patut kiranya kita bertanya, apakah kita ini masuk dalam golongan orang-orang yang beriman ? Untuk menjawabnya tentu kita harus mengetahui terlebih dahulu apakah iman itu dan seperti apakah ciri-ciri orang yang beriman ?

Dalam Kitab At Tauhid li Shaff Ats Tsaani Al ‘Aali, hal. 9 yang kami kutif dari Kolom Dakwah Tauhid versi online di http://abu0mushlih.wordpress.com/2008/12/28/definisi-iman/, iman itu dimaknai sebagai pembenaran hati, pengakuan dengan lisan dan perbuatan dengan anggota badan atas segala aturan, perintah dan ajaran yang diturunkan oleh Allah SWT atau dibawa oleh baginda Rasulullah Muhammad SAW. Dengan demikian, seseorang dapat dikatakan beriman manakala ia meyakini kebenaran segala aturan, perintah dan ajaran yang diturunkan oleh Allah SWT atau dibawa oleh baginda Rasulullah Muhammad SAW lalu mengikrarkan secara lisan dan melaksanakannya. Bentuk pengejawantahan ikrar lisan ini berupa ucapan dua kalimat syahadat ‘asyhadu an la ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah’. Sedangkan bentuk pengejawantahan dengan anggota badan berupa kegiatan melakukan ibadah-ibadah yang diperintahkanNya serta menjauhi laranganNya. Jadi dalam bahasa yang sederhan seseorang dikatakan beriman ketika ia mampu mengejewantahkan ketiga kriteria tersebut; 1) meyakini kebenaran ajaran Allah dan Rasulnya; 2) mengikrarkan keyakinannya atas hal tersebut; dan 3) menjalankan apa yang diyakininya itu.

Selain beriman sebagai sebuah karakteristik orang yang menerima perintah shaum dari Allah SWT yang kemudian membuat eksistensi ibadah puasa ini menjadi berbeda dan diistimewakan diantara ibadah-ibadah lainnya, pelaksanaan ibadah puasa dimaksudkan untuk menumbuhkan, bahkan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Orang-orang yang beriman diperintahkan untuk menjalankan ibadah shaum ini dengan tujuan agar mereka bertakwa. Lalu apakah takwa itu ? Bagaimana ciri-ciri orang yang bertakwa ?

Baik Imam An-Nawawi, Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani maupun Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya yang kami kutif dalam sebuah situs on-line: http://blog.re.or.id/takwa-2.htm, memaknai takwa sebagai sebuah sikap dan tindakan yang mencerminkan ketaatan terhadap perintah dan larangan Allah SWT. Seseorang yang bertakwa akan terlihat dari sikap dan tingkah lakunya yang selalu menjalankan apa saja yang diperintahkan dan meninggalkan segala hal yang dilarang oleh Allah SWT. Berdasarkan uraian ini, dapat disimpulkan bahwa karakteristik seseorang yang bertakwa sejatinya dimiliki juga oleh seseorang yang beriman karena pada dasarnya takwa tersebut merupakan buah dari keimanan yang dimiliki oleh seseorang. Dengan ibadah puasa, sebagaimana tersurat dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 183, seseorang yang telah memiliki keimanan kepada Allah SWT dan RasulNya diharapkan mampu menjadi seorang hamba yang bertakwa yaitu hamba yang selalu menjalankan segala perintahNya dan meninggalkan apapun yang dilarangNya. Dengan ibadah puasa yang telah kita jalankan selama 3 (tiga) hari ini dapat menjadi pemantik berkobarnya api ketakwaan dalam diri kita dan insyaAllah kita semua akan dimasukkan ke dalam orang-orang yang bertakwa. Amien Ya. Rabbal’alamien.

Demikianlah yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang mulia ini. Semoga dengan pemahaman yang lebih dalam tentang ibadah puasa ini, kita bisa menjadkannya sebagai landasan untuk menggali dan mengetahui ‘rahasia’ Allah dibalik perintah ibadah tersebut. Tentu yang lebih penting lagi kami berharap hal ini bisa menjadi motivasi bagi kita semua untuk melaksanakan ibadah puasa sebaik-baiknya sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an dan tuntunan Rasulullah Muhammad SAW. Bila dalam penyampaian kami ini terdapat kesalahan atau kehilafan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.


Balikpapan, 3 Ramadhan 1431 H/13 Agustus 2010 M
Penulis/Penceramah,



Syamsul A’immatiz Zarnuji