Sunday, July 31, 2011

SELAMAT MENJALANKAN IBADAH PUASA RAMADHAN 1432 H


SELAMAT MENJALANKAN IBADAH PUASA RAMADHAN 1432 H

Para Pembaca Yang Saya Hormati,
Mengawali bulan RAMADHAN yang penuh barakoh ini, ijinkan saya mengucapkan SELAMAT MENJALANKAN IBADAH PUASA RAMADHAN 1432 H bagi siapa saja yang menjalankannya dan dimanapun berada. Mohon maaf bila selama ini pernah tertulis kata-kata saya yang kurang berkenan di hati baik yang terjadi dengan kesengajaan saya maupun tidak. Semoga segala amal ibadah yang kita lakukan di bulan suci ini diterima oleh Allah SWT. Amien.

Balikpapan, 1 Agustus 2011

SYAMSUL AEMATIS ZARNUJI

DEKLARASI PENDIDIKAN KARAKTER INDONESIA : Masikah Ada Harapan Disana ?


DEKLARASI PENDIDIKAN KARAKTER INDONESIA : Masikah ada harapan disana ?

By : SYAMSUL AEMATIS ZARNUJI

Upacara Senin pagi 24 Juli 2011 ini di sekolah kami tidak seperti biasanya. Ada banyak acara ekstra mulai dari pidato bahasa Inggris yang disampaikan oleh salah satu siswa kami yang baru saja kembali dari Amerika Serikat dalam rangka mengikuti Youth Leadership Exchange Program yang terselenggara atas kerjasama kami dengan Civic Initiative Indonesia dan State Department of US Embassy Jakarta, penyerahaan berbagai piala/piagam penghargaan bagi siswa yang memenangi berbagai lomba hingga pembacaan DEKLARASI PENDIDIKAN KARAKTER INDONESIA yang dilakukan secara bersama oleh perwakilah guru, tenaga kependidikan dan siswa di sekolah kami. Yang terakhir saya tulis dalam huruf besar karena hal inilah yang membuat saya gundah. Terselip pertanyaan dalam hati saya, masihkan ada harapan untuk para penyelenggara pendidikan di negeri ini agar benar-benar secara konsisten mengimplementasikan salah satu butir saja dari apa yang telah dideklarasikan.

Apakah gerangan butir deklarasi yang membuat hati saya gundah tersebut ? Apalagi kalau bukan KEJUJURAN. Jelas sekali saya dengar setiap butir deklarasi yang dibacakan melalui pengeras suara dan saya menjadi gundah ketika mendengar bahwa KEJUJURAN menjadi salah satu karakter yang akan dijunjung tinggi dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Saya gundah, ragu-ragu dan diliputi perasaan pesimis atas terwujudnya penyelenggaraan pendidikan yang JUJUR manakala melihat kenyataan yang sangat bertolak belakang dengan hal tersebut. Sungguh sebuah hal yang sangat paradoksal !

Sejak saya terlibat langsung dalam penyelenggaraan pendidikan di negeri ini lima belas tahun yang lalu hingga saat ini, secara terang benderang dan kasat mata tampak bahwa KEJUJURAN ITU telah menjadi barang langka. KEJUJURAN itu telah dirampok oleh sebuah kepentingan lalu disembunyikan oleh pihak-pihak yang berkuasa. KEJUJURAN itu telah dibuat tak berdaya hingga tak mampu lagi menghampiri segelintir anak negeri yang masih polos dan lugu. KEJUJURAN itu telah menjadi barang menakutkan bagi mereka.

Ungkapan-ungkapan ini cukup kiranya memberi gambaran betapa mahlnya harga sebuah KEJUJURAN dalam ranah-ranah tertentu penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Penyelenggraan ujian nasional, pengelolaan pembiayaan, pelaksanaan akreditasi, sertifikasi guru hingga penentuan status sekolah telah menjadi tempat dimana KEJUJURAN itu semakin tidak bersahabat. Kasus-kasus contek masal, manipulasi dan katrol nilai ujian nasional, manipulasi laporan BOS, sogok menyogok akreditasi sekolah, pemalsuan sertifikat dalam kegiatan sertifikasi guru dan penentuan status sekolah tanpa dasar yang jelas sudah lebih dari cukup untuk menjadi cermin betapa KEJUJURAN itu telah menjadi asing di mata para pengelola pendidikan di negeri ini.

Kenyataan ini semakin ironis ketika menyadari bahwa kelangkaan dan kekerdilan KEJUJURAN itu justru terjadi di sebuah tempat dimana hal itu semestinya tumbuh subur. Pendidikan [baca: sekolah] sebagai rumah dimana KEJUJURAN itu diharapkan bisa hidup, berkembang biak dan merambah ke seluruh penghuninya, bahkan orang-orang yang ada disekitarnya, justru kini menjadi pembunuh yang sadis. KEJUJURAN yang sejak lahir dipupuk dalam hati para siswa, guru, kepala sekolah dan mungkin kepala dinas pendidikan telah dikerdilkan bahkan dirampok oleh para penguasa dengan sistem yang dibuatnya. Sungguh menyedihkan ! Lalu masihkah ada harapan terhadap KEJUJURAN sebagai sebuah karakter pendidikan di republik ini ? Semoga bermanfaat.



Balikpapan, 24 Juli 2011
Salam Kejujuran,

/SAZ/