Monday, February 04, 2008

YANG TERSISA DARI SEMINAR NASIONAL CIO 2008 DI BALIKPAPAN

Baru saja sempat saya menyandarkan punggung saya di salah satu sofa tua di pojok ruang tamu dan mencoba sedikit rileks dari kepenatan saya setelah seharian mengikuti Seminar Nasional CIO 2008 di salah satu hotel berbintang di kota Balikpapan ketika saya tiba-tiba teringat kalau saya masih memiliki berbagai pertanyaan dan pandangan yang belum sempat saya sampaikan di ajang bergensi tersebut. Saya menyebut ‘gawean’ tersebut bergengsi karena setahu saya baru kali ini ada lembaga pendidikan tinggi di Balikpapan yang berani melaksanakan sebuah seminar TIK bertaraf nasional dengan para pembicara ‘top’ dibidangnya serta didampingi oleh seorang moderator yang juga menjadi salah satu anchor peliputan berita di sebuah stasiun televisi swasta terbesar di Indonesia. Patut kiranya diberikan penghargaan dan acungan jempol kepada panitia penyelenggara atas terlakasananya acara tersebut walaupun masih ada kekurangan di sana sini. Karena kelebihan dan kekurangan ini pula yang mengusik dan memacu adrenalin saya yang beberapa bulan terakhir ini mengendor untuk tetap menulis dan terus menulis. Maka tak ayal lagi, laptop yang tadinya sudah saya simpan di tempatnya serta merta harus saya turunkan lagi dan kembali menggerakkan jari-jemari saya di atas keyboard yang huruf-hurufnya sudah mulai tampak kabur tersebut sambil menunggu waktu sholat magrib tiba. Inilah sekelumit catatan saya yang saya tulis dengan gaya yang agak berbeda dari biasanya. Mudah-mudahan menarik untuk dibaca dan dicermati.

Saya sadar betul kalau anda adalah salah satu dari sekian banyak orang yang kebetulan berkesempatan membaca tulisan ini tetapi bisa jadi anda belum sempat menghadiri seminar ini atau bahkan baru kali ini anda membaca atau mendengar istilah CIO. Maka patutlah anda bertanya apakah CIO itu. Kalau demikian adanya, rasanya tidak fair kalau saya langsung tune in pada apa yang sesungguhnya ingin saya sampaikan.

CIO [baca:Chief Information Officer] dalam bahasa Indonesia, secara harfiah dapat diartikan sebagai ‘kepala pegawai/staf informasi’. Jadi secara generik CIO itu bolehlah dilihat sebagai sebuah jabatan yang mengepalai bagian informasi yang didukung oleh beberapa pegawai atau staf di dalamnya. Dalam tataran operasional, CIO didefiniskan sebagai seorang eksekutif yang bertanggung jawab atas perencanaan, penyelarasan, penyiapan, implementasi dan evaluasi TIK [teknologi informasi & komunikasi] di dalam sebuah organisasi (Lukito Edi Nugroho, Ketua Program Magister Teknologi Informasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta). Sementara dalam lingkup pendidikan atau lembaga pendidikan, CIO itu lebih daripada sekedar seseorang yang bertugas sebagai pelaksana dalam memperlancar segala urusan yang terkait dengan pemberdayaan TIK di sebuah lembaga pendidikan. CIO adalah sebuah jabatan yang diemban oleh seseorang dengan sebuah kewenangan yang mampu melakukan hal-hal terkait dengan pembuatan kebijakan, bahkan bila perlu, dapat memberikan pressure atau punishment bagi sebagian besar komunitas dalam sebuah lembaga pendidikan demi memperlancar pengendalian pemanfaatan TIK di institusi tersebut. Di tataran yang lebih spesifik di ingkup sekolah atau perguruan tinggi misalnya, kawan saya yang kemudian menjadi salah seorang steering committee seminar yang baru saja saya hadiri tersebut mengatakan kalau CIO itu bolehlah dianalogikan sama dengan Wakil Kepala Sekolah Bidang TIK atau di level perguruan tinggi saya kira bisa jadi sama dengan Pembantu Rektor Bidang TIK, Pembantu Ketua Bidang TIK atau Wakil Direktur Bidang TIK. “Lho, apa lagi ini ? Wakil Kepala sekolah yang sudah ada saja di sekolah saya mau ‘diliquidasi’ kok. Boro-boro mau menambah wakil kepala sekolah yang baru lagi. Apa pentingnya sih Wakasek Bidang TIK di sekolah-sekolah kita ? ” kata salah seorang kawan saya yang saat ini mengepalai salah satu sekolah swasta di Kota Balikpapan.

Pertanyaan atau pernyataan yang dilontarkan kawan saya di atas mungkin kedengaran tidak begitu penting bagi anda untuk anda respon, tapi justru inilah semestinya yang menjadi pijakan dan entry point kita manakala kita berbicara soal CIO, Wakasek Bidang TIK, Pembantu Rektor Bidang TIK, Wakil Ketua Bidang TIK, Wakil Direktur Bidang TIK atau atau apalah istilah yang anda mau gunakan untuk menyebut sebuah jabatan yang berada di ‘second line’ urusan TIK itu diantara hangar-bingar penyelenggaraan pendidikan kita saat ini. Tapi sayang, seminar yang mengusung tema “CIO Solusi Menjawab Tantangan Global dan Milenium Development Goals” itu belum sampai menyentuh hal-hal seperti itu, yang menurut hemat saya cukup substansial jika kita berbicara soal tantangan global dan ‘milenium development goals’. Salah satu ulasan yang ingin sekali saya dengar dari pembicara dalam konteks ini saat itu adalah bagaimana menarik benang merah antara peran CIO dengan berbagai usaha membangun tiga elemen penting ; e-government untuk sektor pemerintah, e-learning untuk sektor pendidikan dan e-commerce untuk sektor industri dalam memenagkan persaingan global di planet yang oleh Thomas L Freudman disebut sudah tanpa tapal batas [the world is flat] ini . Hemat saya, sangat tidak cukup kalau anda hanya mampu mengatakan CIO itu amat sangat dibutuhkan dalam membangun ketiga sektor tersebut tanpa mengetahui alasan ilmiah mengapa hal itu sangat diperlukan. Dalam sebuah seminar dengan pakem akademis yang menjadi salah satu karakteristiknya, elaborasi benang merah yang ada diantara ketiga simpul di atas sebagai bagian dari argumentasi mengapa CIO sangat dibutuhkan tentu menjadi sangat penting.

Saya, anda atau siapa saja yang sempat hadir dalam seminar tersebut patut kiranya menggandakan ucapan terimakasih pada pak Lukito, Ketua Program Magister Teknologi Informasi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang telah sedikit memaparkan hasil survey UNPAN, sebuah lembaga riset internasional yang memposisikan keberadaan e-government kita pada tahun 2005 yang baru mampu berada di urutan ke 10, satu tingkat di atas Vietnam dan dua tingkat di bawah Brunei Darussalam, diantara negara-negara di Asia. Paparan ini tentu bisa menjadi bagian dari elaborasi benang merah antara perlunya CIO dan berbagai usaha dalam membangun e-government kita. Tapi bagaimana dengan sektor pendidikan menyangkut e-learning-nya yang tentu saja bisa digunakan untuk meyakinkan kawan saya tadi kalau CIO di sekolah-sekolah kita sangat diperlukan. Demikian pula dengan sektor industri menyangkut e-commerce-nya. Kedua sektor yang saya sebutkan tadi parktis tidak terlalu banyak di-back up dengan data-data pendukung ilmiah yang akurat yang bisa dijadikan sandaran untuk kemudian pada akhirnya kita berkata ‘ya saya memang sangat membutuhkan CIO di organisasi saya’.

Pentingkah hal ini ? Ya, tentu saja. Disamping karena seminar itu adalah forum ilmiah, CIO tersebut adalah sebuah ‘profesi’ yang amat sangat baru di dunia TIK di Indonesia bahkan mungkin di dunia. Di Indonesia sendiri hanya ada dua lembaga pendidikan tinggi yang cukup punya ‘nyali’ untuk membuka program ini. Oleh karenanya diperlukan exposure dari existing data yang bisa digunakan untuk meyakinkan audien bahwa memang CIO ini amat sangat kita butuhkan. Di lingkup pendidikan khususnya, saya tadinya berharap ada ‘exposure’ tentang kekuatan dan kelemahan kita dalam bidang e-learning saat ini. Harapan semacam ini wajar kiranya muncul tidak hanya dari saya tapi dari kawan-kawan praktisi pendidikan yang lain mengingat begitu gencarnya Departemen Pendidikan Nasional kita menggalang pembangunan TIK di republik ini akhir-akhir ini. Lihat saja proyek-proyek yang telah diluncurkan seperti jardiknas, school net, virlib [virtual library] bahkan terakhir saya mendengar akan diluncurkan megaproyek satu milyar untuk pengadaan komputer di seluruh Indonesia untuk kepentingan pendidikan. Tapi data-data ini kan masih sangat generik dan hanya sebagian kecil dari sekian banyak elemen-lemen fundamental yang dibutuhkan untuk meracik elaborasi yang rasional dan ilmiah guna menjawab mengapa CIO itu sangat dibutuhkan di lembaga-lembaga pendidikan kita. Belum lagi pertimbangan-pertimbangan existing condition non fisik yang dimiliki oleh lembaga-lembaga tersebut. Mempertemukan benang merah antara kepentingan kita untuk mampu bersaing dalam kompetisi global dengan existing condition keberdaan teknologi informasi di lembaga-lembaga pendidikan kita saat ini tentu akan menjadi entry point yang sangat efektif dalam memberikan pencerahan bahkan penyadaran akan kebutuhan kita terhadap CIO tersebut. Kalau self awareness akan kebutuhan CIO tersebut telah dimiliki oleh setiap kita terutama para peserta seminar yang bisa jadi mereka adalah top management di organisasinya maka ‘kegairahan’ untuk memperkuat keberadaan teknologi informasi di lingkup organisasi yang dipimpinnya tentu selalu ada dan inilah yang semestinya harus kita bangun saat ini.

Karena saya rasa isu ini menarik dan sangat penting buat saya dan mungkin juga untuk anda dan audien yang lainnya yang menjadi bagian dari kosmik ilmiah dalam perhelatan akbar tersebut, saya tetap berharap kalau di plenary session isu ini akan disentil oleh ketiga nara sumber mengingat mereka benar-benar trio yang menurut pandangan saya sangat ideal. Satu berlatar belakang birokrat yang bisa merepresentasikan sektor pemerintah dengan e-gov-nya. Satu lagi berlatar belakang pendidik atau ahli pendidikan dengan e-learning-nya dan satu yang lainnya berlatar belakang entrepreneur yang tentu saja bisa merepresentasikan dunia industri dengan e-commerce-nya. Tapi sayang, tetap juga tidak menyentuh esensi yang tertuang dalam tema yang diusung dalam seminar nasional tersebut.

Kalau dalam konteks dunia pendidikan misalnya, kita merasa membutuhkan CIO ini karena internet yang menjadi salalah satu hal yang akan diurusi oleh CIO bisa membuat anda berpetualang di alam maya, men-download materi-materi pendidikan dengan cepat dan efisien, membangun kantor-kantor tempat bekerja secara maya bahkan bisa menghasilkan uang atas bantuan software tersebut, maka sungguh alasan tersebut menjadi sesuatu yang amat sangat sederhana untuk ‘ditelanjangi’ di forum sekelas seminar nasional. Argumentasi-argumentasi semacam ini tentu tidak salah, bahkan saya menjamin sangat tepat. Tapi kadar keilmuan yang muncul dari elaborasi seperti itu sungguh terlampau jenerik tetapi sangat sederhana dan bisa saja lahir dari kalangan netter pada umumnya. ‘Ketidakseksian’ content dari bedah gagasan pada plenary session di sore itu semakin terasa ketika moderator sama sekali tidak memberikan kesempatan kepada audien untuk menjadi bagian aktif dari proses diskusi tersebut.

Apa yang anda baca di atas mungkin terasa getir dan bisa saja hal itu menjadi bad news buat anda. Tapi jangan dulu kecewa karena itu kan hanya ekspektasi subyektif saya. Saya, anda atau audien bisa saja berharap A sementara pemateri memberikan B. Ini menurut saya sesuatu yang sangat lumrah terjadi. Banyak sekali catatan-catatan saya yang menurut hemat saya patut diberi pujian dan tentu menjadi good news buat anda dan terlebih lagi bagi panitia pelaksana. Selain yang saya sebutkan di pengantar tulisan saya, hajatan yang sebagian besar pematerinya didatangkan dari luar Balikpapan [baca:Jakarta] ini tetap juga masih bisa terlaksana dengan baik walaupun ibu kota negara tersebut dilanda banjir yang membuat akses transportasi lumpuh total. Toh dengan kondisi seperti itu, saya masih sempat mendengar suara renyah Prita Laura [pengganti Meutia Hafidz] yang sempat memoderatori acara tersebut setengah hari. Mendatangkan public figure seperti ini tentu bukan pekerjaan mudah apalagi dalam dalam kondisi darurat seperti saat itu. Maka patut kiranya kita berikan apresiasi dan salut kepada panitia yang telah berusaha secara maksimal hingga detik-detik terakhir dan tetap komit melanjutkan acara tersebut walaupun dalam suasana yang kurang menguntungkan. Overall, saya mau katakan bahwa it’s such a big job and only a few people can do it ! Selamat atas telah terlaksananya Seminar Nasional CIO 2008 dan Selamat juga kepada Panitia Pelaksana yang telah menggagas dan menyukseskan pelaksanaan acara tersebut !

Balikpapan, 2 January 2008

Syamsul Aematis Zarnuji
Praktisi Pendidikan
Tel : +62 542 877 635
Cell : +62 811 531 471
W : www.zarnuji.blogspot.com
E : szarnuji@yahoo.com