Saturday, June 17, 2006

PERATURAN PEMERINTAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 9 TAHUN 2006 : Pembiayaan dan Kualitas Pendidikan – Bagian 1


Jauh di benak saya sebelum membaca pemberitaan yang dilansir Kaltim Post, 15/06/2006 tentang perubahan system pembiayaan pendidikan dasar di kota Balikpapan yang tertuang dalam ‘peraturan pemerintah’ nomor 9 tahun 2006, saya telah memposisikan isu ini menjadi sesuatu yang tidak terlampau urgen untuk direspon, apalagi menjadi fokus utama yang harus dibahas tuntas saat ini. Alasannya cukup sederhana. Pertama, secara umum saya memahami bahwa dana bukanlah segala-galanya yang bisa mengubah kondisi pendidikan kita menjadi lebih baik. Selama hampir satu dekade saya mengabdikan diri sebagai guru di salah satu sekolah publik di kota Balikpapan, saya mengamati dari tahun ke tahun terus terjadi peningkatan anggaran pembiayaan operasional sekolah yang secara yuridis formal tertuang dalam RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah) masing-masing. Untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan anak-anak mereka, orang tua siswa selaku pemberi kontribusi paling besar dalam penyediaan anggaran tersebut selama ini telah menunjukkan partisipasinya yang cukup tinggi dan dengan penuh kepercayaan mendelegasikan kewenangan penggunaan dana tersebut kepada pengelola sekolah. Tidak hanya sampai di situ, Komite Sekolah yang merupakan salah satu elemen substansial dalam subsistem pengelolaan sekolah kita pun telah memberikan ‘kelonggaran’ kepada pengelola sekolah untuk menggunakan dana tersebut bagi menyelenggarakan pendidikan di sekolahnya. Dengan ketersediaan dan berbagai kemudahan akses memperoleh pembiyaan tersebut, sudah mampukah kita mengubah wajah pendidikan kita ini ke arah yang lebih baik ? Saya kira tidak !

Kedua, saya sangat meyakini bahwa penyebab keterpurukan pendidikan kita, khususnya di kota Balikpapan bukanlah terletak pada ketrsediaan dana terlebih lagi pada siapa atau pihak mana yang harus menaggung pembiayaanya, tetapi lebih kepada ‘itikad’ baik kita serta system dan mekanisme teknis pedagogis yang telah diterapkannya selama ini. Siapa atau pihak mana yang harus menanggung biaya pendidikan tersebut dalam tataran teknis pedagogis bukanlah suatu hal yang memiliki pengaruh luar biasa bagi peningkatan kualitas pendidikan kita. It’s not a big deal, I guess !. Disamping itu, ketersediaan dana pendidikan pun selama ini di Balikpapan sudah bisa teratasi, terlepas sumbernya dari siapa dan darimana berasal. Jadi pengalihan kewajiban penyediaan biaya pendidikan dari masyarakat (baca: orang tua siswa) kepada pemerintah, dalam perspektif saya, hanyalah salah satu simpul kecil dalam system pendidikan kita saat ini dan hal ini semata-mata dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan politis dari salah satu produk hukum belaka, bukan digunakan untuk mengisi ranah pedagogis dari penyelenggaraan pendidikan kita. Padahal kalau kita mau jujur, disitulah sesungguhnya letak sumber ‘bencana’ pendidikan kita yang selama ini dikeluhkan oleh sebagian besar kalangan di republik tercinta ini. Atas dasar kedua pertimbangan di atas, isu ini kemudian menjadi tidak populis paling tidak dalam kacamata saya sebagai seorang pendidik.

Namun demikian, hukum tetaplah hukum. Dan sebagai warga negara, siapa pun dia, harus dengan taat dan penuh tanggung jawab melaksanakan hukum tersebut. Karena penjaminan ketersediaan biaya pendidikan tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah dan memiliki kekuatan hukum yang syah dalam system pemerintahan kita, maka dalam sudut pandang politik, pemberlakuan ‘peraturan pemerintah’ kota Balikpapan tersebut sangatlah tepat serta memiliki ‘political bargaining power’ yang sangat tinggi. Disinilah letak permasalahnnya. Di satu sisi, peraturan pemerintah ini lahir begitu prematur dan terkesan tidak urgen apabila kita melihatnya dari sudut pandang praktis pedagogis, sementara dipihak lain hal ini tentu sangat diharapkan dan memiliki kekuatan hukum yang sangat tinggi bila dilihat dari kacamata politis. Karena sisi kontradiktif inilah kemudian membuat saya tertarik untuk menjelajah lebih jauh sisi-sisi lain dari hal tersebut. …..Bersambung ke bag. 2

Salam hangat dari Amherst, USA !
Syamsul Aematis Zarnuji
Donahue Institute
University of Massachusetts
Amherst, Massachusetts, MA 010003
United States of America